BI Pangkas Suku Bunga Acuan November ke Level 3,75 Persen

Berita Utama, Ekonomi1,512 views

ALTUMNEWS.com, JAKARTA — Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) dari 4 persen menjadi 3,75 persen pada November 2020. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing turun 25 bps menjadi 3 persen dan 4,5 persen.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18-19 November 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7DRR sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI periode November 2020 secara virtual, Kamis (19/11).

Perry mengatakan keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang terus membaik. Pertumbuhan ekonomi kuartal III di sejumlah negara mulai membaik.

“Indikator menunjukkan perbaikan ekonomi global, dari sisi mobilitas masyarakat, peningkatan BMI, dan jasa di AS dan China, serta membaiknya keyakinan ekonomi,” katanya dalam release yang diterima Altumnews.com, Kamis (19/11/2020).

Selain itu, volume perdagangan dan harga komoditas ikut menurun. Di sisi lain, ketidakpastian mereda di pasar keuangan usai Pemilu AS. Hal ini turut meningkatkan nilai tukar mata uang di dunia, termasuk rupiah.

Keputusan RDG juga mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional yang ikut membaik, tercermin dari kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III yang tidak setinggi kuartal II. Permintaan domestik juga mulai membaik secara bertahap.

“Kinerja ekspor juga membaik, terutama didorong permintaan dari AS dan China,” tuturnya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan membaik pada kuartal IV 2020 dan meningkat pada 2021. Proyeksi ini muncul dari keberlangsungan kebijakan moneter dan fiskal hingga program penanganan covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

BACA JUGA:  X-MOC Indonesia Gelar Baksos di Bandar Lampung

Beberapa indikator makro yang dipertimbangkan bank sentral nasional, yaitu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang diperkirakan surplus. Hal ini tercermin dari peningkatan surplus neraca perdagangan serta neraca transaksi modal dan finansial karena capital inflow mencapai US$3,68 miliar.

Cadangan devisa juga berada di tingkat yang cukup, yaitu US$133,7 miliar. BI memperkirakan Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Deficit/CAD) akan berada di bawah 1,5 persen dari PDB pada akhir tahun ini.

Selain itu, BI juga mempertimbangkan sinyal positif dari penguatan nilai tukar rupiah tercatat menguat 3,94 persen secara point-to-point (p-to-p). Penguatan rupiah didorong oleh capital inflow. Rupiah sampai 18 November 2020 mencatat depresiasi 1,33 persenĀ  kalau dibandingkan akhir 2019.

“BI memandang rupiah akan menguat karena masih undervalue, didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi rendah, daya tarik domestik yang tinggi, premi risiko yang rendah, dan likuiditas global yang besar,” terangnya.

Sementara inflasi masih rendah. Inflasi bulanan sebesar 0,07 persen, inflasi tahun berjalan 0,95 persen dan 1,44 persen secara tahunan. Inflasi terjaga karena kestabilan nilai tukar rupiah dan permintaan.

BI memperkirakan inflasi lebih rendah dari target 3 persen plus minus 1 persen pada 2020 dan kembali ke sasarannya di 3 persen plus minus 1 persen pada 2021. Bank sentral nasional turut mempertimbangkan kondisi pasar keuangan, di mana likuiditas diklaim tetap longgar.

Sampai 17 November 2020, BI menambah likuiditas atau quantitative easing sebesar Rp680,89 triliun terdiri dari GWM Rp155 triliun dan ekspansi moneter Rp510,09 triliun. Hal ini membuat rasio Alat Liquid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 30,65 persen per Oktober 2020.

Rata-rata suku bunga deposito dan kredit modal kerja turun dari masing-masing menjadi 4,93 persen dan 9,38 persen. Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) turun menjadi 6,13 persen per 18 November 2020.

BACA JUGA:  Upaya Kades Harapan Jaya Bangun Desa, Tidak Melulu Fokus Pembangunan Sektor Pariwisata

Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bank sebesar 23,41 persen pada Agustus 2020. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 3,15 persen (gross) atau 1,07 persen (net).

Pertumbuhan kredit bank turun lagi menjadi minus 0,47 persen. Sementara pertumbuhan DPK meningkat jadi 12,12 persen per Oktober 2020. “Intermediasi bank diperkirakan akan membaik seiring pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya.***

Editor : Robertus Bejo