Dokumen Abu Dhabi, Dokumen Tentang Persaudaraan Manusia, Berikut Isinya

ALTUMNEWS.Com, BANDARLAMPUNG — Pada tanggal 4 Februari 2019 lalu di Abu Dhabi Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together (Dokumen Tentang Persaudaraan Manusia Untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama).”

Ketua Komisi Hubungan antar Agama dan Kepercayaan (HAK) dan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang Romo Philipus Suroyo, Pr pada Rabu (09/12/2020) memberikan sosialisasi Dokumen Abu Dhabi pada seluruh anggota komisinya. Kegiatan ini diadakan di Pastoran Gereja Katolik St. Andreas Paroki Margo Agung, Lampung Selatan. Romo Roy – begitu sapaan akrab Romo Philipus Suroyo – secara runtut membedah dokumen Tentang Persaudaraan Manusia itu.

Paus Fransiskus memulai kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab (UEA) pada 3 Februari 2019. Ini menjadi tonggak sejarah dalam dialog antaragama dan membuka pintu-pintu untuk pembicaraan tentang toleransi yang perlu didengar oleh seluruh dunia.

Paus menegaskan bahwa “iman kepada Allah mempersatukan dan tidak memecah belah.
Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan kebencian.“

Dokumen Abu Dhabi ini menjadi peta jalan yang sungguh berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia.

Paus Fransiskus mendesak agar dokumen ini disebarluaskan sampai ke akar rumput, kepada semua umat yang beriman kepada Allah.

Berikut adalah isinya, yang dikutip dari buku yang diterbitkan Konferensi Waligereja Indonesia, terjemahan Martin Harun OFM, berdasarkan teks asli bahasa Inggris:

Dokumen tentang Persaudaraan Insani demi perdamaian dunia dan hidup bersama Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Ahmed el-Tayeb, menandatangani Dokumen tentang Persaudaraan Insani demi Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama, selama Konferensi Global tentang topik itu di Abu Dhabi.

PENGANTAR

Iman menuntun dari orang beriman untuk melihat dalam orang lain seorang saudara laki-laki atau saudara perempuan yang harus didukung dan dicintai. Melalui iman kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta, segala makhluk, dan semua manusia (setara karena belas kasihan-Nya), orang-orang beriman dipanggil untuk mengungkapkan persaudaraan insani ini dengan melestarikan ciptaan dan seluruh alam semesta dan mendukung semua orang, terutama yang termiskin dan mereka yang paling berkebutuhan.

Nilai transendental ini telah menjadi titik tolak untuk beberapa pertemuan yang ditandai dengan suasana persahabatan dan persaudaraan di mana kami berbagi tentang sukacita, kesedihan, dan masalah-masalah dunia kita sekarang. Kami telah melakukannya dengan memikirkan kemajuan ilmiah dan teknis, pencapaian medis, era digital, media massa dan komunikasi. Kami juga berefleksi tentang tingkat kemiskinan, konflik dan penderitaan begitu banyak saudara dan saudari di berbagai belahan dunia sebagai akibat dari perlombaan senjata, ketidakadilan sosial, korupsi, ketimpangan, kemerosotan moral, terorisme, diskriminasi, ekstremisme, dan banyak penyebab lainnya.

Dari diskusi-diskusi kami sebagai saudara yang terbuka, dan dari pertemuan yang mengungkapkan harapan besar akan masa depan yang cerah bagi semua manusia, gagasan Dokumen tentang Persaudaraan Insani ini lahir. Inilah sebuah teks yang telah dipertimbangkan dengan tulus dan serius sehingga menjadi pernyataan bersama tentang aspirasi-aspirasi yang indah dan mendalam. Ini adalah dokumen yang mengundang semua orang yang memiliki iman kepada Allah dan kepercayaan terhadap persaudaraan insani untuk bersatu dan bekerja sama sehingga dapat menjadi panduan bagi generasi mendatang untuk memajukan budaya saling menghormati dalam kesadaran akan rahmat ilahi agung yang menjadikan semua manusia sebagai saudara dan saudari.

DOKUMEN

(Al-Azhar dan Gereja Katolik berbicara dalam nama siapa?)

Dalam nama Allah yang telah menciptakan semua manusia setara dalam hak, kewajiban, dan martabat, dan yang memanggil mereka untuk hidup bersama sebagai saudara, untuk memenuhi bumi dan menyebarkan nilai-nilai kebaikan, cinta, dan kedamaian;

Atas nama hidup insani yang tak bersalah yang dilarang oleh Allah untuk dibunuh, seraya menegaskan bahwa siapa pun yang membunuh seseorang adalah seperti yang membunuh seluruh umat manusia, dan siapa pun yang menyelamatkan seseorang adalah seperti yang menyelamatkan seluruh umat manusia;
Atas nama orang miskin, orang papa, orang yang terpinggirkan, dan mereka yang paling berkebutuhan, yang Allah perintahkan agar kita bantu sebagai kewajiban yang dituntut dari semua orang, terutama dari mereka yang kaya dan berada;

Atas nama anak yatim, para janda, pengungsi dan mereka yang diasingkan dari rumah dan negara mereka;

Atas nama semua korban perang, penganiayaan, dan ketidakadilan;

Atas nama mereka yang lemah, mereka yang hidup dalam ketakutan, para tawanan perang, dan mereka yang disiksa di bagian dunia mana pun, tanpa membedakan;

Atas nama orang-orang yang kehilangan keamanan, kedamaian, dan kemungkinan untuk hidup bersama, karena menjadi korban kehancuran, bencana, dan perang;

Atas nama persaudaraan insani yang merangkul semua manusia, menyatukan mereka dan menjadikan mereka setara;

Atas nama persaudaraan ini yang terkoyak oleh politik ekstremisme dan perpecahan, oleh sistem-sistem yang mencari keuntungan tak terkendali atau oleh kecenderungan ideologis penuh kebencian yang memanipulasi perilaku dan masa depan laki-laki dan perempuan.

Atas nama kebebasan yang telah Allah berikan kepada semua manusia seraya menciptakan mereka bebas dan mengistimewakan mereka dengan anugerah itu;

Atas nama keadilan dan belas kasihan, dasar kemakmuran dan batu penjuru iman;

Atas nama semua orang yang berkehendak baik dan hadir di setiap bagian dunia;

Dalam nama Allah dan segala sesuatu yang dinyatakan sejauh ini;

Al-Azhar al-Sharif dan Gereja Katolik berseru kepada siapa dan untuk apa?)

Kami yang percaya kepada Allah dan pada perjumpaan terakhir dengan-Nya dan pengadilan-Nya, berdasarkan tanggung jawab religius dan moral kami, dan melalui Dokumen ini, menyerukan kepada diri kami sendiri, kepada para pemimpin dunia serta para arsitek kebijakan internasional dan ekonomi dunia, agar bekerja keras untuk menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai; agar mengadakan intervensi pada kesempatan paling awal untuk menghentikan penumpahan darah orang yang tidak bersalah dan mengakhiri perang, konflik, kerusakan lingkungan, serta kemerosotan moral dan budaya yang dialami dunia saat ini.

Kami menyerukan kepada para intelektual, filsuf, tokoh agama, seniman, pakar media dan semua laki-laki dan perempuan berbudaya di setiap bagian dunia, untuk menemukan kembali nilai-nilai perdamaian, keadilan, kebaikan, keindahan, persaudaraan insani, dan hidup berdampingan untuk menegaskan pentingnya nilai-nilai ini sebagai jangkar keselamatan bagi semua, dan untuk memajukannya di mana-mana.

(Inti-Pesan Dokumen)

Deklarasi ini, yang bertolak dari pertimbangan mendalam atas realitas kita saat ini, seraya menghargai keberhasilannya dan solider dengan penderitaan, bencana, dan malapetakanya, mempunyai keyakinan kuat bahwa di antara penyebab paling utama dari krisis dunia modern adalah hati nurani manusia yang kehilangan kepekaan, gerak menjauhkan diri dari nilai-nilai agama, dan individualisme yang dominan, disertai dengan filosofi materialistis yang mendewakan pribadi manusia serta memperkenalkan nilai-nilai-nilai duniawi dan materiil sebagai pengganti prinsip-prinsip paling tinggi dan transendental.

Sambil mengakui langkah-langkah positif yang diambil oleh peradaban modern di bidang sains, teknologi, kedokteran, industri, dan kesejahteraan, terutama di negara-negara maju, kami ingin menekankan bahwa, terkait dengan kemajuan bersejarah seperti itu, betapa hebat dan bernilai pun, sekaligus ada suatu kemunduran moral yang mempengaruhi tindakan-tindakan internasional, maupun suatu pelemahan nilai-nilai dan tanggung jawab spiritual. Semua ini berkontribusi pada perasaan frustrasi, keterasingan, dan keputusasaan yang membuat banyak orang jatuh ke dalam pusaran ekstremisme yang ateistis, agnostis, atau religius, atau dalam ekstremisme fanatik dan buta, yang pada akhirnya mendorong bentuk-bentuk ketergantungan dan penghancuran diri secara individual atau pun kolektif.

Sejarah menunjukkan bahwa ekstremisme agama, ekstremisme nasional, dan juga intoleransi telah menghasilkan di dunia, baik di Timur maupun di Barat, apa yang bisa disebut sebagai tanda-tanda “perang dunia ketiga yang dijalankan sedikit demi sedikit”. Di beberapa bagian dunia dan dalam banyak situasi yang tragis, tanda-tanda ini mulai tampak secara menyakitkan, seperti dalam situasi-situasi di mana jumlah tepat korban, janda dan anak yatim tidak diketahui. Kami melihat, di samping itu, daerah lain bersiap untuk menjadi teater konflik baru, dengan pecahnya ketegangan serta penumpukan senjata dan amunisi, dan semua ini dalam konteks global dibayangi oleh ketidakpastian, kekecewaan, ketakutan akan masa depan, dan dikendalikan oleh kepentingan ekonomi yang berpikiran sempit.

Kami juga menegaskan bahwa krisis-krisis politik yang besar, situasi-situasi ketidakadilan, dan ketimpangan dalam distribusi sumber daya alam – yang hanya menguntungkan minoritas yang kaya sampai merugikan mayoritas penduduk bumi – telah menghasilkan, dan terus menghasilkan, jumlah besar orang yang miskin, lemah, dan meninggal. Hal ini menyebabkan krisis dan bencana yang telah menimpa berbagai negara, terlepas dari sumber daya alam dan sumber daya orang muda yang dimiliki bangsa-bangsa itu. Dalam menghadapi krisis-krisis seperti itu yang mengakibatkan kematian jutaan anak-anak – terbuang karena kemiskinan dan kelaparan – ada kebisuan yang tidak dapat diterima di tingkat internasional.

Dalam konteks ini jelaslah bagaimana keluarga sebagai pangkal dasar masyarakat dan kemanusiaan sangat penting dalam hal menurunkan anak-anak ke dunia, membesarkan mereka, mendidik mereka, dan memberi mereka pembinaan moral yang kuat dan rumah yang aman. Menyerang institusi keluarga, memandangnya hina atau meragukan peran pentingnya, adalah salah satu kejahatan yang paling mengancam pada zaman kita. Kami juga menegaskan pentingnya membangkitkan kesadaran agama dan perlunya menghidupkan kembali kesadaran ini di hati generasi baru melalui pendidikan yang baik dan kepatuhan pada nilai-nilai moral dan ajaran agama yang tulus. Dengan cara ini kita dapat menghadapi kecenderungan yang individualistis, egois, saling menentang, dan juga mengatasi radikalisme dan ekstremisme buta dalam segala bentuk dan ungkapan.

Tujuan pertama dan terpenting agama adalah percaya kepada Allah, menghormati-Nya dan mengundang semua laki-laki dan perempuan untuk percaya bahwa alam semesta ini bergantung pada Allah yang mengaturnya. Dia adalah Pencipta yang telah membentuk kita dengan kebijaksanaan ilahi-Nya dan telah memberi kita karunia kehidupan untuk dilindungi. Ini adalah hadiah dan tidak seorang pun berhak untuk mengambil, mengancam atau memanipulasinya semaunya. Memang, setiap orang harus menjaga karunia kehidupan ini dari awalnya hingga akhirnya yang alami. Karena itu kami mengutuk semua praktik yang mengancam kehidupan seperti genosida, aksi terorisme, pemindahan yang dipaksa, perdagangan manusia, aborsi, dan eutanasia. Kami juga mengutuk kebijakan yang mempromosikan praktik-praktik itu. Selain itu, kami dengan tegas menyatakan bahwa agama tidak boleh menghasut orang kepada perang, sikap kebencian, permusuhan, dan ekstremisme, juga tidak boleh menghasut kepada kekerasan atau penumpahan darah. Kenyataan tragis ini terjadi karena orang menyimpang dari ajaran agama. Itulah hasil dari manipulasi politis terhadap agama-agama dan dari interpretasi yang dibuat oleh kelompok-kelompok religius yang, dalam perjalanan sejarah, telah mengambil manfaat dari dampak kuat sentimen agama pada hati orang dengan tujuan untuk membuat mereka bertindak dengan cara yang tidak ada hubungannya dengan kebenaran agama. Ini dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bersifat politis, ekonomis, duniawi, dan picik. Karena itu kami menyerukan kepada semua pihak agar berhenti menggunakan agama untuk menghasut kepada kebencian, kekerasan, ekstremisme dan fanatisme buta, dan menahan diri dari menggunakan nama Allah untuk membenarkan tindakan pembunuhan, pengasingan, terorisme, dan penindasan. Kami meminta ini karena kami bersama-sama percaya kepada Allah yang tidak menciptakan manusia untuk dibunuh atau saling bertarung, atau disiksa atau dihina dalam situasi hidup mereka. Allah Yang Mahakuasa tidak perlu dibela oleh siapa pun dan tidak ingin nama-Nya digunakan untuk menteror orang.

(Dua belas pokok yang dijunjung tinggi)

Dokumen ini, sesuai dengan Dokumen-Dokumen Internasional sebelumnya yang telah menekankan pentingnya peran agama dalam membangun perdamaian dunia, menjunjung tinggi hal-hal berikut:

• Keyakinan teguh bahwa ajaran otentik agama-agama mengundang kita untuk tetap berakar pada nilai-nilai perdamaian; untuk mempertahankan nilai-nilai saling pengertian, persaudaraan insani dan koeksistensi yang harmonis; untuk menegakkan kembali hikmat, keadilan, dan cinta; dan untuk membangkitkan kembali kesadaran beragama di kalangan anak muda sehingga generasi masa depan dapat dilindungi dari ranah pemikiran materialistis dan dari bahaya politik keserakahan dan ketidakpedulian yang tak terkendali, yang didasarkan pada hukum kekuatan dan bukan pada kekuatan hukum;

• Kebebasan adalah hak setiap orang: setiap individu menikmati kebebasan berkeyakinan, berpikir, berekspresi dan bertindak. Pluralisme dan keragaman agama, warna kulit, jenis kelamin, ras, dan bahasa dikehendaki oleh Allah dalam hikmat-Nya, yang dengannya Ia menciptakan manusia. Dari sumber hikmat ilahi inilah berasal hak kebebasan berkeyakinan dan kebebasan untuk berbeda. Oleh karena itu, kenyataan bahwa orang dipaksakan untuk mengikuti agama atau budaya tertentu harus ditolak, seperti juga memaksakan suatu cara hidup budaya yang tidak diterima orang lain;

• Keadilan berdasarkan belas kasihan adalah jalan yang perlu diikuti untuk mencapai hidup bermartabat yang menjadi hak setiap manusia;

• Dialog, pengertian, penyebaran budaya toleransi, penerimaan orang lain, dan hidup bersama secara damai akan memberikan sumbangan penting untuk mengurangi banyak masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan hidup yang menjadi beban berat sebagian besar umat manusia;

• Dialog di antara orang-orang beriman berarti berkumpul dalam ruang luas nilai-nilai spiritual, insani, dan sosial yang dimiliki bersama; dan, dari situ, menyiarkan nilai-nilai moral tertinggi yang menjadi tujuan agama-agama. Dan berarti juga menghindari diskusi yang tidak produktif;

• Perlindungan tempat-tempat ibadah – sinagog, gereja, dan masjid – adalah kewajiban yang dijamin oleh agama, nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan perjanjian internasional. Setiap upaya untuk menyerang tempat-tempat ibadah atau mengancamnya dengan serangan kekerasan, pemboman, atau perusakan, merupakan penyimpangan dari ajaran agama serta pelanggaran jelas terhadap hukum internasional;

• Terorisme adalah menyedihkan dan mengancam keamanan manusia, entah itu di Timur atau Barat, Utara atau Selatan; dan menyebarkan ketakutan, teror, dan pesimisme. Akan tetapi, hal itu bukan disebabkan oleh agama, juga tidak ketika teroris memakainya. Ini lebih disebabkan oleh akumulasi interpretasi yang salah terhadap teks-teks agama dan oleh kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan kebanggaan. Karena itu sangat penting berhenti mendukung gerakan teroris yang dimungkinkan oleh pendanaan, penyediaan senjata dan strategi, dan oleh upaya untuk membenarkan gerakan ini bahkan dengan menggunakan media. Semua ini harus dianggap sebagai kejahatan internasional yang mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Terorisme semacam itu harus dikutuk dalam segala bentuk dan ungkapannya;

• Konsep kewarganegaraan didasarkan pada kesetaraan hak dan kewajiban, sehingga semua menikmati keadilan. Karena itu penting untuk menegakkan dalam masyarakat kita konsep kewarganegaraan penuh dan menolak penggunaan istilah minoritas secara diskriminatif yang menimbulkan perasaan keterasingan dan inferioritas. Penyalahgunaannya membuka jalan bagi permusuhan dan perselisihan; dan membatalkan keberhasilan apa pun dan merampas hak-hak keagamaan dan sipil dari sebagian warga negara yang dengan demikian didiskriminasi;

• Tidak dapat disangkal bahwa hubungan baik antara Timur dan Barat amat diperlukan untuk keduanya, dan tidak boleh diabaikan, agar masing-masing dapat diperkaya oleh budaya pihak lain melalui pertukaran dan dialog yang bermanfaat. Barat dapat menemukan di Timur obat bagi masalah-masalah spiritual dan religius yang disebabkan oleh materialisme yang berlaku. Dan Timur dapat menemukan banyak elemen di Barat yang dapat membantu membebaskannya dari kelemahan, perpecahan, konflik dan dari kemunduran ilmiah, teknis, dan budaya. Penting untuk memberi perhatian kepada perbedaan agama, kebudayaan dan sejarah yang merupakan unsur vital dalam membentuk karakter, budaya, dan peradaban Timur. Juga penting untuk memperkuat rangkaian hak-hak asasi manusia guna membantu menjamin hidup bermartabat bagi semua manusia di Timur dan Barat, sambil menghindari politik standar ganda;

• Adalah persyaratan penting untuk mengakui hak perempuan atas pendidikan dan pekerjaan, dan untuk mengakui kebebasannya untuk menggunakan hak politiknya sendiri. Selain itu, diperlukan upaya untuk membebaskan perempuan dari kondisi historis dan sosial yang bertentangan dengan prinsip-prinsip iman dan martabat mereka. Juga perlu melindungi perempuan dari eksploitasi seksual dan dari perlakuan sebagai barang dagangan atau objek kesenangan atau keuntungan finansial. Oleh karena itu, harus diakhiri semua praktik tidak manusiawi dan vulgar yang merendahkan martabat perempuan. Harus diupayakan untuk mengubah undang-undang yang mencegah perempuan menikmati sepenuhnya hak-hak mereka;

• Adalah tugas keluarga dan masyarakat untuk melindungi hak-hak dasar anak untuk bertumbuh dalam lingkungan keluarga, untuk menerima makanan sehat, pendidikan, dan dukungan. Tugas-tugas semacam itu harus dijamin dan dilindungi agar tidak diabaikan atau ditolak kepada anak mana pun di belahan dunia mana pun. Semua praktik yang melanggar martabat dan hak anak-anak harus dikecam. Sama pentingnya untuk waspada terhadap pelbagai bahaya yang mereka hadapi, khususnya di dunia digital, dan memandang perdagangan mereka yang tidak bersalah ini dan semua pelanggaran terhadap masa muda mereka sebagai tindakan kriminal;

• Perlindungan hak-hak kaum lansia, dan mereka yang-lemah, cacat, dan tertindas adalah kewajiban agama dan sosial yang harus dijamin dan dipertahankan melalui undang-undang yang ketat dan pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan internasional yang berkaitan.

(Permintaan tindak lanjut)

Untuk tujuan ini, melalui kerja sama timbal balik, Gereja Katolik dan Al-Azhar menyatakan dan berjanji untuk menyampaikan Dokumen ini kepada semua pihak yang berwenang, para pemimpin yang berpengaruh, umat beragama di seluruh dunia, organisasi-organisasi regional dan internasional yang sesuai, organisasi-organisasi dalam masyarakat sipil, lembaga-lembaga keagamaan, dan para pemikir terkemuka. Mereka selanjutnya berjanji untuk mengumumkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Deklarasi ini pada semua tingkat regional dan internasional, sambil meminta agar prinsip-prinsip ini diterjemahkan ke dalam kebijakan, keputusan, ketetapan legislatif, program-program studi, dan bahan-bahan untuk diedarkan.

Al-Azhar dan Gereja Katolik meminta agar Dokumen ini menjadi bahan penelitian dan refleksi di semua sekolah, universitas dan institut pendidikan, agar membantu mendidik generasi baru membawa kebaikan serta kedamaian bagi orang lain, dan di mana-mana menjadi pembela hak-hak dari mereka yang tertindas dan yang terkecil di antarasaudara-saudari kita.

(Kesimpulan)

Sebagai kesimpulan, aspirasi kami adalah:

Deklarasi ini dapat menjadi undangan untuk mengadakan rekonsiliasi dan persaudaraan di antara semua orang beriman, juga di antara orang yang percaya dan yang tidak percaya, dan di antara semua orang yang berkehendak baik;

Deklarasi ini dapat menjadi seruan bagi setiap hati nurani yang tulus yang menolak kekerasan dan ekstremisme buta; seruan bagi mereka yang menghargai nilai-nilai toleransi dan persaudaraan yang dimajukan dan didorong oleh agama-agama;

Deklarasi ini dapat menjadi kesaksian akan kebesaran iman kepada Allah yang mempersatukan hati yang terpecah dan mengangkat jiwa manusia;

Deklarasi ini dapat menjadi tanda kedekatan antara Timur dan Barat, antara Utara dan Selatan, dan antara semua orang yang percaya bahwa Allah telah menciptakan kita untuk saling mengerti, bekerja sama, dan hidup sebagai saudara dan saudari yang saling mencintai.

Inilah yang kami harapkan dan berusaha mencapai dengan tujuan menemukan perdamaian universal yang dapat dinikmati oleh semua orang dalam hidup ini.

Abu Dhabi, 4 Februari 2019

Bapa Suci Imam Besar Al-Azhar
Paus Fransiskus Ahmad Al-Tayyeb

Editor : Robertus Bejo