“Penempatan dan distribusi kader, semangatnya adalah dalam rangka aspirasi nilai dan peyeimbang kebijakan kebijakan publik, bukan untuk berlomba-lomba dan memburu-buru jabatan dan kekuasaan”.
ALTUMNEWS.Com, BANDARLAMPUNG — Nasionalisme bangsa Indonesia saat ini sedang diuji. Setidaknya 10 tahun terakhir pasca reformasi, istilah istilah ujaran kebencian, intoleransi, politik identitas makin sering kita dengar. Artinya apa tentu ada sesuatu problem yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gempuran paham radikalisme masuk begitu masif di setiap sendi2 kehidupan, mereka tumbuh subur diberbagai lembaga pendidikan, kelompok masyarakat, lingkungan pemerintah. Pemerintah seperti kehilangan taring, mana kala apapun yang diserukanya berbenturan dengan ketentuan lain,alih alih aspek HAM. Perbedaan pandangan dan pilihan politik mudah sekali menyulut kerusuhan. Kita menjadi bangsa pemarah, arogan, saling cemooh, saling curiga antar pemeluk agama. Perdebatan paham dan gesekan fisik makin sering terjadi. Layaknya parasit, paham ini meracuni dan merusak tatanan setiap bagian negeri ini. Kini musuh kita bukan saja dari luar, namun musuh utama adalah dari dalam negeri sendiri. Setara Institute, hasil risetnya menyatakan sebanyak 10 perguruan tinggi swasta terpapar paham radikalisme. Sementara Badan Inteligen Negara (BIN) menyatakan 39% mahasiwa perguruan tinggi terpapar radkalisme. Dalam kajian BIN 24 % mahasiswa dan 23,3% pelajar menyatakan persetujuan mereka terhadap jihad dengan kekerasan.( sumber detik.com). Fakta ini menandakan setidaknya ada sekenario besar berupaya melunturkan tatanan bernegara, adat istiadat, tradisi dan sejarah berdirinya bangsa ini. Perlu upaya serius seluruh kekuatan bangsa bersatu menekan penyebaran, penyadaran hingga akar, dengan menguatkan dan meneguhkan kembali tradisi, budaya bangsa Indonesia. Belum lagi persoalan persoalan lain, pilkada, bencana, pengangguran, hukum dan seterusnya. Tulisan ini sebagai jawaban persoalan persoalan rendahnya kaderisasi internal Gereja ditengah kondisi jaman, dari cara pandang saya sebagai Ketua Pemuda Katolik, sekaligus refleksi saya yang pernah aktif juga saat mahasiswa Unila cikal bakal UKM Katolik dan Ketua PMKRI Lampung.
Bangsa ini beruntung dan bersyukur, memiliki insan muda katolik, yang sampai detik ini setia pada Pancasila dan NKRI. Kami bangga menjaga martabat dengan menjunjung nilai2 kebangsaan. Katolik mempunyai pilar ormas berbasis Pemuda diantaranya Pemuda Katolik dan PMKRI. Sejarah mencatat, sebagai elemen bangsa, Ormas Kepemudaan Pemuda Katolik dan PMKRI ikut ambil bagian, pro aktif berperan mengagas pondasi awal berdirinya Bangsa ini.
Pemuda Katolik lahir 15 November 1945, embrio lahirnya sudah ada pada masa kolonialisasi Belanda pada tahun 1914 Katolieke Jongelingen Bond (KJB), dan bermetaforsis menjadi Moeda Katolik tahun 1932, berubah nama menjadi Angkatan Moeda Katolik Republik Indonesia (AMKRI), tidak lama setelah indonesia mengkumandangkan Proklamasi Kemerdekaan. Moeda Katolik ikut serta mengawal pertemuan Kongres Pemuda Indonesia 1928 dan Kongres Pemuda Indonesia III. Pada tahun 1960 berubah nama menjadi Pemuda Katolik hingga saat ini. Jejak historis ini menunjukan, keseriusan, kegigihan Pemuda katolik ikut serta dan bertanggung jawab kemajuan bangsa.
Dengan mengusung spirite perjuangan warisan MGR. Soegijapranata,S.J. yaitu Pro Ecclecia et Patria, 100% Katolik 100% NKRI. Meski minoritas, dengan jumlah yang kecil, Kader Katolik kala itu, memiliki pengaruh besar. Kader kader Katolik sukses dengan gagasan intelektual, dengan menciptakan blue print sistem politik indonesia.
Era pertama kiprah muda katolik adalah Ignatius Joseph Kasimo. IJ. Kasimo adalah salah satu tokoh besar pergerakan awam katolik yang lahir dari rahim Pemuda Katolik, yang kala itu adalah underbaund Partai Katolik Indonesia. Partai yang didirikanya. Tokoh yang menjujung dan memberi teladan bahwa politik adalah perjuangan tanpa pamrih. Dengan moto “salus populi supremalex” kepentingan rakyat, adalah hukum tertinggi. Sebuah cermin etika berpolitik.
Era kedua Lahirlah beberapa tokoh besar dari rahim geneiologi Katolik PMKRI Cosmas Batu Bara, Kris Siner Key Timu, PK Ojong, Jakob Oetama (pendiri media KOMPAS Group), Wanandi bersaudara,Harrytjan Silalahi (CSIS). Era orde baru tokoh tokoh ini tampil mewarnai demokrasi indonesia.
Kita lihat meski dengan kondisi internal yang jauh dari sempurna,situasi politik, insan insan kaum muda katolik saat itu ikut memikirkan masa depan bangsa. Jejak historis ini menunjukan, telah banyak berkiprah pada awal pergerakan mengusung dan memantabkan pondasi bangsa. Kepeloporon tokoh muda katolik dari masa ke masa selalu menjadi napas zaman dan dianggap sebagai kelompok yang kaya akan kritik, imajinasi, serta berperan dalam setiap peristiwa di tengah perubahan masyarakat. Fakta saat ini, jika boleh saya sebut era generas ke 3,kini justru berbalik. Genereasi 70 dan 80an seperti kehilangan ruh dan spirit perjuangan.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyoroti kelemahan pendidikan kader sebagai penyebab sulitnya orang-orang Katolik saat ini.
“Bahkan, nyaris tidak ada aktivitas orang muda Katolik yang mengarahkan mereka pada peran dan tanggung jawab dalam politik. Hal ini berbeda dengan pada masa-masa awal kemerdekaan, dimana kala itu, banyak sekali tokoh-tokoh Katolik yang mengambil peran sentral. Jika dahulu ada Kasimo, Soegijapranata dan kawan-kawan, maka kini, bangsa ini merindukan munculnya tokoh-tokoh Katolik di tingkat nasional yang sekaliber mereka”, ( saat menjadi keynote speaker Dies Natalis ke-67 Pemuda Katolik di Kampus Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Minggu, 16/12).
Peryataan dan kritik Sultan ini, tentu saja mewakili peryataan beliau sebagai tokoh bangsa. Sebagai orang muda katolik harusnya kita terpecut. Kita harus belajar banyak dari genealogi perjuangan pemikiran tokoh katolik dahulu. Para kader muda katolik harusnya memiliki kepentingan untuk dapat membaca gejala-gejala masa depan dan dapat menemukan apa yang akan diperbuat hari ini untuk kepentingan masa depan gereja dan bangsa.
Pemuda adalah generasi penerus. Wajah masa depan bangsa ada pada pundak anak muda. Namun persolan bangsa saat ini belum cukup menyadarkan kita semua untuk segera bertindak. Seolah hilang kesadaran bahwa orang muda katolik memiliki potensi besar. Mungkin saja era milenial menawarkan kehidupan pragmatis,hedonis dan keuntungan duniawi, jauh lebih menarik. Orang muda katolik tidak tertarik menganalisis apalagi menulis perkembangan kehidupan bangsa, yang seharusnya menjadi dialektik kebangsaan di negeri ini. Sepinya berpikir kritis, kreasi, partisipasi sosial kemasyaraktan di tingkat aktivis mahasiswa dan pemuda, menjadi bukti, lemahnya kaderisasi kita. Seolah hilang warisan geniologi para pendahulu tokoh tokoh katolik.
Tentu banyak jawaban sebagai evaluasi yang bisa diidentifikasi sebagai masalah. Saya memilih 5 hal sebagai point point pokok.
Setidaknya ada lima hal sebagai evaluasi. Pertama, Minimnya kesadaran sense of sosial politik. Orang muda tidak menyadari bidang sosial kemasyaraktan,merupakan bagian tugas perutusannya sebagai warga gereja (kerasulan awam). Tugas untuk mewartakan kasih,nilai nilai katolik dan kebenaran.
Kedua, Apriori politik dan sikap tidak peduli. Jargon ini betul betul melekat dan mempengaruhi mental anak sejak usia dini. Meskipun paradigma ini mulai terkikis. Sejatinya Politik harus dimaknai sebagai misi membawa nilai atau ideologi yang mulia, untuk kemudian diejawantahkan dalam kebijakan. Kebijakan ini selanjutnya direduksi menjadi program prorgam kerja pemerintah. Sebagai Katolik maka misi yang diemban adalah membawa nilai universal katolik, yang pluralis, menghargai perbedaan, nilai inkulturasi budaya, cinta dan kasih. Nah, pada tahap kebijakan dan program inilah, pragmatisme poltik bekerja, dikotori pelaku politik, dengan halalkan segara cara demi tercapainya tujuan demi kelompok tertentu. Jadi bukan politiknya yang kotor dan busuk, tetapi oknum politisinya yang kotor.
Yang ketiga, adalah belum ada kesatuan visi bersama dari stekholder Gereja. Soal Kaderisasi misalnya, berbagai usaha kaderisasi, pertemuan2 baik skala kecil dan besar dari instrumen Gereja, sudah sering dilakukan, namun itu belum cukup mengairahkan keterlibatan anak muda. Kaderisasi yang ada parsial, masing masing berjalan sendiri2, Kaderisasi bukan mencentak seseorang secara instan, tetapi butuh proses, mungkin 5 -10 tahun baru terasa kebermanfaatnya. Disinilah acapkali kita tidak sabar dan sadar.
Keempat platform bersama dan minimya dukungan dan suport system dari stekholder Gereja Perbedaan platform dan tugas bersama, acapkali justru memunculkan gesekan antar ormas katolik sendiri. Platform ini, bisa saja turunan arah dasar pastoral yang sudah ada. Arah Dasar dan Kebijakan pastoral ini yang seharusnya memiliki daya ikat antar ormas, namun belum sampai pada tataran strategi dan teknis, untuk menuju goalnya. Bukan dijalankan berdasarkan pemahaman dan versi yang berbeda.
Kelima, Koneksivitas dan Jaringan distribusi kader. Kita masih terjebak pandangan bahwa sosial kemasyarakatan, melulu biacara soal politik, partai dan anggota legislatif. Padahal jalur legislatif, eksekutif dari gerbong partai bukan satu satunnya saluran sosial politik. Lembaga lembaga non struktural dan beberapa penyelenggara negara adalah jabatan non politik, adalah pos pos yang dapat diraih melalui instrumen politik. KPU, Panwaslu, Komisi Penyiaran, Omdusman, Dewan Pers, Jabatan struktural ASN, Pendamping Desa, Komisi Perlindungan anak, dst. Ini adalah wilayah dimana dibutuhkan intelektul katolik. Ini akan terwujud, jika ada kesadaran kolektif bersama, saling dukung antar stekholder gereja, saling tertib aktifis Gereja dan partai, bukan malah saling jegal dengan teman sendiri.
Dari sekian rangkaian kondisi bangsa yang memprihatinkan, rusaknya tatanan sosial, dan ditengah berbagai pandangan dan tudingan minimnya muncul tokoh tokoh baru katolik, minimnya kehadiran gereja sebagai aktifis/umat allah. Kegelisahan ini seolah sebagai desakan yang sedikit banyak telah mematik sepirit baru.
Antusias itu mulai nampak 5 tahun terakhir. Bangkitnya generasi muda katolik OMK, PMKRI, Pemuda Katolik dan Ormas Katolik lainya, dibeberapa wilayah termasuk di Keuskupan Tanjung Karang adalah tanda bahwa insan gereja sadar akan tanggung jawab dan peranya, harus hadir pada setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini tentu saja membawa harapan baru bagi Gereja masa depan.
Untuk menjawab pelbagai dan serangkain persoalan tersebut, setidaknya ada 3 hal pokok yang menjadi pijakan gerak Pemuda katolik dan kaderisasi anak muda disesuaikan dengan tingkatnya.
Pertama ,Konsolidasi Internal, konsolidasi pandangan, visi misi tentang arah tujuan kaderisasi dan Penguatan konsolidasi Struktur. Dalam rangka kosolidasi internal ini, kesamaan visi, misi sebagai granddesain platform bersama. Konsolidasi struktural, prioritas utama adalah pembentukan struktur sampai tingkat bawah. Penataan organisasi dari propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini penting, agar warna kita menyentuh, terasa kehadiranya sampai level bawah dan mampu menjawab persoalan masyarakat hingga akar. Penguatan struktur tentu disesuaikan dengan sebaran dan jumlah umat, demografi tiap tiap daerah.
Kedua, Rekrutmen dan Penguatan Kapasitas SDM Kader. Pemuda Katolik wajib melaksanakan proses rekrutmen dan meningkatkan kualitas kader, melalui pendidikan formal berjenjang hingga pendidikan non fomal yang sesuai kebutuhan dan minat bakat. Tanpa rekrutmen, tanpa pendidikan mustahil melahirkan kader baru. Mengkader dan mendidik manusia bukan seperti mencetak barang mentah, menjadi barang yang siap saji atau siap pakai, dimana waktu dan prosesnya bisa diukr dan terukur sesuai permintaan konsumen. Mengkader yang Pemuda Katolik jalankan hari ini, mungkin akan berbuah 5-10 tahun lagi, bahkan mungkin saja lebih. Komitmen akan kaderisasi adalah jawaban di setiap level kepengurusan. Bukan asal comot, kader instan dan karbitan untuk sebuah jabatan struktural.
Ketiga, Penguatan Eksternal dan Distribusi Kader. Kehadiran Pemuda Katolik harus menjadi Garam dan terang di tengah2 masyarakat. Kader Pemuda Katolik hrs membawa kesejukan, persaudaraan sejati yang Pro Ecclesia Et Patria.Kebermanfaatan, cita cita dan inspirasi kader Pemuda Katolik harus dicari dan dimunculkan bersama kader itu sendiri. Inpirasi kader bisa didapat dari kader sendiri atau dari pengalaman kader lainya. Kader harus menunjukan perkembanganya yang menjadi impianya. Hal inilah yang akan membuat kader terpacu mengembangkan potensinya. Distribusi Kader dalam pos pos jabatan pengambil kebijakan publik adalah posisisi strategis, inilah yang harus direbut dan diperjuangkan. Dalam konteks ini jangan kemudian diartikan seolah kita mengebu gebu meraih kekuasaan dan berlomba merebut jabatan. Tentu jauh dari semangat itu. Penempatan dan distribusi kader ini, semangatnya adalah dalam rangka aktualisasi aspirasi nilai dan peyeimbang kebijakan kebijakan publik.
Paus St. Yohanes Paulus II menyatakan : “Orang muda jangan takut untuk menjadi santa dah santo, berkontemplasilah, cintailah doa,teguhlah dalam imanmu dan tulus dalam pelayanan pada saudara saudarimu,jadilah anggota aktif dalam membangun perdamaian”.(Homili Hari Orang Muda Sedunia ke 15 di Roma 2000)
Kita masih memiliki harapan, memiliki keyakinan kuat, bahwa kita mempunyai potensi kader yang akan lahir dari buah kaderisasi ormas ormas gereja. Generasi inilah yang akan membawa arah Gereja dan Bangsa lebih baik. Kita mempunyai Kader kader unggul, yang tidak kalah dengan kader ormas lain. Tidak ada kata terlambat, orang muda katolik harus ambil peran diamana bisa berperan lebih, dalam pusaran demokrasi bangsa. Bahu membahu bersama elemen pemuda lain menangkal radikalisme. Peran dengan lebih mengabdi kepada masyarakat, bukan justru menjadi alat dan pengabdi elite penguasa. Akhirnya kaderisasi katolik hendaknya mampu menjawab panggilan pribadi,sebagai warga gereja dan warga bangsa.
Selamat Pesta 75 tahun Pemuda Katolik, semoga terus menjadi garam di tengah masyarakat, tetaplah menjadi penentu warna dan rasa. Orang muda katolik Gereja dan Negara memanggilmu.
Penulis : Marcus Budi Santoso Ketua Pemuda Katolik Komisariat Daerah Lampung 2019 – 2022
Ketua Bidang Hubungan antar Ormas PP Pemuda Katolik 2018-2021
Editor : Robertus Bejo
Komentar