Inflasi Masih Berlanjut Pada Juni 2022, Didorong Oleh Kenaikan Harga Aneka Cabai Dan Bawang Merah

ALTUMNEWS.Com, BANDARLAMPUNG — Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada bulan Juni 2022 mengalami inflasi yaitu sebesar 1,20% (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,59% (mtm) dan rata-rata inflasi dalam 3 (tiga) tahun terakhir sebesar 0,48% (mtm).

Tingkat inflasi IHK tersebut lebih tinggi dibandingkan Nasional dan Sumatera yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,61% (mtm) dan 1,16% (mtm). Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung Juni 2022 tercatat sebesar 5,00% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi Nasional yang tercatat sebesar 4,35% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan inflasi Sumatera yang tercatat sebesar 5,82% (yoy).

Dilihat dari sumbernya, inflasi pada bulan Juni 2022 didorong oleh peningkatan harga pada beberapa komoditas seperti: Cabai Merah, Cabai Rawit, Bawang Merah, Angkutan Udara, dan Rokok Kretek Filter dengan andil masing-masing sebesar 0,57%; 0,26%; 0,13%; 0,12%; dan 0,05%.

Kenaikan harga Cabai Merah, Cabai Rawit, dan bawang merah disebabkan oleh terganggunya produksi akibat adanya serangan hama dan pengaruh curah hujan yang tinggi di beberapa sentra produksi baik di Provinsi Lampung maupun di Jawa.

Selanjutnya, peningkatan harga tarif angkatan udara disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang memberikan kewenangan kepada maskapai untuk dapat menentukan tarif tambahan akibat kenaikan bahan bakar avtur yang cukup tinggi sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 68 tahun 2022.

Sementara itu, kenaikan harga rokok didorong oleh berlanjutnya peningkatan harga oleh produsen rokok secara bertahap seiring dengan kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun 2022.

Meski demikian, inflasi yang lebih tinggi pada periode Juni 2022 tertahan oleh adanya deflasi yang terjadi pada sebagian komoditas di antaranya Minyak Goreng, Bawang Putih, Angkutan Antar Kota, Kangkung, dan Ikan Kembung dengan andil masing-masing sebesar -0,06%; -0,06%; -0,03%; -0,02%; dan -0,02%.

Penurunan harga komoditas minyak goreng pada Juni 2022 disebabkan oleh kebijakan pemerintah terkait dengan dorongan untuk pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) dan harga CPO dunia yang mulai relatif stabil.

Lebih lanjut, penurunan harga bawang putih disebabkan oleh melimpahnya pasokan seiring dengan peningkatan produksi dalam negeri dan pasokan dari luar negeri sejalan dengan dibukanya impor bawang putih.

BACA JUGA:  Universitas Lampung Gelar Rapat Koordinasi Tarif Biaya Pendidikan Pascasarjana Unila

Sementara itu, penurunan tarif angkutan antar kota disebabkan oleh adanya normalisasi harga pasca pemberlakuan tarif tuslah. Komoditas lainnya yang menahan tekanan inflasi adalah kangkung yang disebabkan oleh meningkatnya pasokan seiring dengan masuknya masa panen.

Selanjutnya, penurunan harga komoditas ikan kembung disebabkan oleh terjaganya pasokan dan menurunnya permintaan.

Sementara itu, NTP Provinsi Lampung pada Juni 2022 tercatat lebih rendah dari bulan sebelumnya. Penurunan NTP ini terjadi pada bebarapa subsektor, seperti tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan baik tangkap maupun budidaya.

Lebih lanjut, turunnya NTP pada periode Juni 2022 lebih didorong oleh meningkatnya Indeks yang harus dibayarkan oleh petani yang disebabkan adanya peningkatan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) pedesaan yang naik sebesar 2,07%. Meski NTP Provinsi Lampung secara umum tercatat di atas 100, NTP subsektor Tanaman Pangan masih berada di bawah 100 yang tercatat sebesar 92,75.

Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap terkendali pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu dimitigasi, antara lain: dari risiko kelompok inti, adanya risiko ketidakpastian pasar keuangan global seiring dengan masih berlanjutnya permasalahan ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral di dunia yang meningkatkan tekanan kepada Nilai Tukar Rupiah.

Kemudian, berlanjutnya peningkatan second round impact VF dan AP seiring dengan harga bahan pangan dan energi internasional yang masih dalam tren naik pada triwulan II 2022 serta peningkatan ekspektasi inflasi seiring dengan meningkatnya mobilitas, pembiayaan perbankan, dan berlanjutnya pemulihan ekonomi kedepan. Risiko kelompok Volitile Food (VF), penerapan fuel surcharge sebesar 10% untuk penerbangan kelas ekonomi seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia serta peningkatan permintaan memasuki periode libur anak sekolah di bulan Juli.

Selain itu, peningkatan harga aneka rokok secara bertahap sebagai dampak lanjutan kenaikan harga cukai di awal tahun dan potensi diberlakukannya normalisasi tarif listrik untuk menekan defisit fiskal pemerintah. Risiko kelompok Administered Price (AP), potensi kenaikan harga kedelai dan jagung berisiko meningkatkan biaya input untuk pakan hewan ternak. Di sisi lain, inefisiensi tata niaga pangan, berlanjutnya peningkatan harga pupuk, serta problem struktural pola tanam dan manajemen impor berisiko meningkatkan biaya produksi bahan pangan.

BACA JUGA:  Indosaat Ooredoo Hadirkan Kembali Paket 1000

Dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bersama Satgas Pangan akan meningkatkan sinergi dan komitmen Bersama untuk memastikan keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif sebagai berikut: Pertama, memastikan keterjangkauan harga dengan cara memberikan bantuan sosial dan subsidi, memperkuat kerja sama dengan produsen untuk pelaksanaan pasar murah, dan memastikan penyaluran Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) Beras Medium.

Kedua, memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang besar/utama, dan pedagang tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan, khususnya untuk komoditas beras dan pasokan yang berasal dari luar Provinsi Lampung. Di sisi lain, TPID Provinsi/Kabupaten/Kota perlu untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) terutama untuk memenuhi pasokan dan menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan strategis.

Selain itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB) yang merupakan terobosan untuk mendukung upaya korporatisasi dan peningkatan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan dapat terus ditingkatkan.

Kemudian, diperlukan peningkatan produktivitas via pembangunan lumbung pangan Food Estate melalui peningkatan produksi pangan hortikultura dan perluasan adopsi tekonologi (IOT) dalam budidaya pertanian.

Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan mendorong kemitraan industri dengan petani serta inovasi sistem logistik daerah sesuai amanat dari Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendali Inflasi Nasional.

Selain stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran distribusi juga dapat memudahkan distributor, produsen, dan petani dalam memasarkan produknya serta mendapatkan harga yang wajar. Digitalisasi perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform e-commerce atau marketplace lokal untuk mendorong pemasaran serta meningkatkan penggunaan transaksi nontunai.

Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui penguatan koordinasi antara TPID dengan TPIP dan memperluas pemanfaatan PIHPS dengan sistem harga lainnya sebagai landasan kebijakan TPID. Selain itu, TPID juga dapat melakukan peningkatan validitas dan kesinambungan harga pangan serta melakukan pemantauan indikator terkini ekonomi daerah (Early Warning System) yang akurat untuk memantau denyut perekonomian daerah.

BACA JUGA:  Kerjasama Telkomsel Bersama Schneider Electric, Dorong Pemanfaatan Teknologi 5G untuk Industri 4.0 di Indonesia

Menyikapi perkembangan kenaikan harga Aneka Cabai, berikut beberapa upaya pengendalian yang dilakukan oleh KPwBI Lampung dan Pemprov Lampung. Dalam jangka pendek, KPwBI Provinsi Lampung dan Pemprov Lampung akan kembali mendorong peran Tim Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), yang telah tergabung ke dalam TPID sejak 2019, untuk mengaktifkan kembali “Gerakan Tanam Cabai”.

Kemudian, akan diselenggarakan Pasar Murah untuk komoditas aneka cabai oleh Disperindag, berkolaborasi dengan BULOG, BI, dan Kelompok Tani dari daerah Ketapang, Lampung Selatan yang memiliki lahan cabai merah dan rawit seluas 5 Ha. Pasar Murah dilaksanakan pada tanggal 22 & 25 Juni 2022 di 3 pasar di Bandar Lampung, yaitu Pasar Tugu, Pasar Kangkung, dan Pasar Gintung.

Disperindag telah berkomitmen menyediakan sebanyak 900 kg cabai dalam Pasar Murah tersebut. Selain itu, klaster cabai binaan BI juga akan didorong untuk dapat memasok cabai di kegiatan tersebut. Sementara dalam jangka panjang, pemanfaatan KUR dari KPB perlu didorong sebagai modal untuk meningkatkan luas lahan tanam cabai.

Selain itu, inovasi dan digitalisasi dalam kegiatan produksi dapat terus ditingkatkan, diantaranya melalui pembuatan greenhouse dan pemanfaatan alat pengukuran nutrisi tanah. Diperlukan juga sosialisasi yang lebih masif untuk mengajak lebih banyak kelompok tani bergabung menjadi binaan BI untuk mendapatkan dukungan digital farming.

Di sisi lain, peran BULOG perlu diperkuat dalam rangka menjaga kelancaran distribusi dan volatilitas harga melalui: (i) Pembuatan/penyusunan kontrak dengan petani dan pihak pasar; dan (ii) Penugasan PSO Bulog dalam menjaga stabilitas harga cabai berdasarkan Surat Keputusan dari Gubernur Lampung. Terakhir, melakukan sosialisasi konsumsi cabai kering guna meredam gejolak pasokan dan harga cabai dari sisi demand.***