ALTUMNEWS.Com — Gereja Katolik memiliki tujuh Sakramen, salah satunya adalah Sakramen Pengakuan Dosa atau Sakramen Tobat. Sakramen ini diberikan untuk memberikan berkat pengampunan dan kesembuhan dari Tuhan kepada umat yang telah menerima Sakramen Baptis, atas dosa-dosa berat dan ringan yang mereka lakukan setelahnya. Melalui Sakramen ini, setiap orang dapat mengakui dosa mereka di hadapan seorang Imam, mengungkapkan penyesalan, dan menerima absolusi atau pengampunan langsung dari Allah. Tujuan dari Sakramen ini tidak hanya untuk memulihkan hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama yang mungkin terluka akibat dosa yang dilakukan.
Lalu, apa hubungan Sakramen Tobat dengan kedamaian hati kita?
Dari sudut pandang psikologi, Sakramen ini dapat dilihat sebagai bentuk terapi spiritual yang mendorong individu untuk merefleksikan tindakan mereka dan menerima absolusi dari Tuhan melalui Imam. Ketika kita mengakui segala dosa yang telah kita perbuat, kita percaya bahwa dosa kita telah diampuni. Namun, sering kali kita sebagai manusia merasa sulit untuk mengampuni diri kita sendiri. Meskipun dosa kita telah diampuni oleh Tuhan, terkadang kita tetap terperangkap dalam perasaan bersalah, dan sulit untuk mengatasi perasaan tersebut. Mengampuni diri sendiri adalah proses penting dalam perjalanan menuju penyembuhan dan pertumbuhan pribadi.
Sering kali, kita terjebak dalam siklus rasa bersalah dan penyesalan atas kesalahan yang telah dilakukan, yang dapat menghambat kemampuan kita untuk hidup dengan damai. Mengampuni diri sendiri berarti menerima kenyataan bahwa kita adalah manusia yang tidak sempurna, dan bahwa kesalahan adalah bagian dari pengalaman belajar. Mengampuni diri sendiri bukan hanya tentang melupakan kesalahan, tetapi juga tentang belajar dari pengalaman tersebut dan berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan.
Dalam 1 Yohanes 1:9 dikatakan, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Ayat ini mengajarkan bahwa dengan mengakui dosa, kita mengakui kesalahan kita di hadapan Allah dengan tulus dan jujur. Pengakuan kita tidak hanya bersifat verbal, tetapi juga melibatkan hati yang benar-benar menyesal atas tindakan yang telah kita lakukan. Pengakuan ini membuka jalan bagi hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan, karena mengakui kesalahan adalah tanda kerendahan hati dan kesadaran akan kebutuhan akan pengampunan.
Ketika kita menerima pengampunan dari Tuhan, kita juga diundang untuk mengampuni diri kita sendiri. Memahami bahwa Tuhan telah mengampuni kita memberi kita kekuatan untuk melakukan hal yang sama terhadap diri kita. Menerima kenyataan bahwa kita telah berbuat salah tidak berarti membenarkan tindakan yang salah, tetapi lebih kepada pengakuan jujur atas kesalahan tersebut dan pemahaman tentang dampaknya. Dengan menerima kenyataan bahwa kita telah berbuat salah, kita dapat belajar dari pengalaman tersebut dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Ini adalah langkah penting dalam proses pertobatan yang membawa kedamaian hati.
Dengan menerima pengampunan dan mengampuni diri sendiri, kita dapat melanjutkan hidup dengan lebih ringan, berfokus pada masa depan dengan harapan dan keyakinan.***
Penulis : Clara Gitasukma Shandi, mahasiswa Psikologi Universitas Katolik Musi Charitas