Jihan Nurlela di Peringatan Hari Kartini: Pemimpin Perempuan Tak Sekadar Simbol, Tapi Penggerak Nyata

ALTUMNEWS.Com, BANDAR LAMPUNG – Hari Kartini ke-146 di Provinsi Lampung tidak hanya menjadi perayaan simbolik atas perjuangan perempuan, tapi juga momentum yang memperkuat posisi Wakil Gubernur dr. Jihan Nurlela sebagai figur pemimpin perempuan yang membawa warna baru dalam birokrasi.

Berlangsung di Balai Keratun lantai 3 Kantor Gubernur, Senin (21/04/2025), peringatan tersebut diwarnai semangat kolaborasi dan afirmasi kepemimpinan perempuan. Jihan, yang bertindak sebagai pembina upacara, tidak hanya menyampaikan pidato inspiratif, namun juga tampil sebagai role model perempuan dalam pemerintahan yang memadukan ketegasan dengan empati.

“Perempuan tak boleh lagi sekadar jadi bagian dari narasi. Kini saatnya memimpin perubahan. Bukan hanya karena kita mampu, tapi karena kita dibutuhkan,” ujar Jihan dengan suara lantang.

Yang membedakan peringatan kali ini adalah kehadiran seluruh petugas upacara yang merupakan perempuan. Bukan hanya seremoni, hal ini menjadi pernyataan kolektif bahwa perempuan Lampung siap mengambil posisi strategis, baik dalam pemerintahan maupun ruang-ruang sosial lainnya.

Sebagai satu dari sedikit kepala daerah perempuan di Indonesia yang berlatar belakang medis, Jihan dikenal vokal dalam isu-isu kesetaraan, kesehatan mental perempuan, serta perlindungan tenaga kesehatan perempuan.

Hari Kartini 2025 menjadi panggung alami baginya untuk mempertegas gagasan: bahwa kepemimpinan perempuan adalah kebutuhan zaman, bukan sekadar kebijakan afirmatif.

Pemerintah Provinsi Lampung di bawah duet Arinal-Jihan juga diketahui tengah mendorong kebijakan inklusif berbasis gender, mulai dari ruang aman di birokrasi, pelatihan kepemimpinan bagi ASN perempuan, hingga keterlibatan aktif organisasi wanita dalam pembangunan daerah.

Dalam kesempatan itu, Jihan menyinggung pentingnya peran perempuan dalam pengambilan kebijakan, bukan hanya sebagai pelaksana teknis.

“Kita butuh lebih banyak perempuan di ruang-ruang keputusan. Bukan untuk menyamakan diri dengan laki-laki, tapi untuk membawa cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan persoalan bangsa,” tegasnya.

Acara ditutup dengan pembacaan puisi oleh pelajar perempuan SMA, seolah mengirimkan pesan dari generasi muda kepada para pemimpin: bahwa estafet perjuangan Kartini sedang dilanjutkan dengan penuh kesadaran, bukan sekadar peringatan.

Dalam refleksi peringatan ini, Jihan Nurlela tak hanya memimpin upacara, tetapi menjadi wajah dari generasi pemimpin perempuan yang tak lagi meminta ruang, melainkan menciptakan ruangnya sendiri—dengan kerja nyata, keberanian, dan visi yang membumi.***