Budaya Akuntabilitas Jadi Nafas Baru Pendidikan di Lampung

ALTUMNEWS.Com, BANDAR LAMPUNG – Bagi Pemerintah Provinsi Lampung, membangun pendidikan tak lagi cukup hanya lewat kurikulum dan fasilitas. Yang kini digaungkan adalah sebuah fondasi yang lebih dalam: budaya akuntabilitas.

Hal ini tercermin dalam gelaran Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) bertema “Pendidikan” yang diselenggarakan oleh Pemprov Lampung bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung, Selasa (22/04/2025). Bertempat di Aula Kantor BPKP, forum ini menjadi ajang refleksi sekaligus komitmen bersama bahwa kualitas pendidikan sangat bergantung pada sejauh mana pemerintah dan institusi pendidikan berani mengedepankan transparansi.

Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, M. Firsada, yang hadir mewakili Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, menyampaikan bahwa Lampung sedang dalam proses pergeseran paradigma: dari pembangunan fisik ke pembangunan sistemik.

“Kita tidak ingin sekadar menambah gedung sekolah atau mencetak sertifikat pelatihan. Kita ingin membangun sistem yang jujur, bersih, dan berkelanjutan. Pendidikan yang baik harus tumbuh dari lingkungan yang bisa dipercaya,” kata Firsada dalam sambutannya.

Diskusi ini juga menjadi respons atas berbagai temuan BPKP, seperti tumpang tindih kebijakan pendidikan, kurangnya pemanfaatan teknologi, dan belum optimalnya perencanaan anggaran. Hal-hal yang tampak teknis, namun berdampak langsung pada pengalaman belajar ribuan siswa dan kualitas guru di lapangan.

Kepala BPKP Perwakilan Lampung, Nani Ulina Kartika Nasution, menegaskan pentingnya menginternalisasi nilai akuntabilitas sejak dari hulu kebijakan hingga hilir pelaksanaan.

“Kalau kita bicara pendidikan sebagai investasi, maka akuntabilitas adalah jaminan return-nya. Kita harus pastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan, benar-benar mengangkat mutu pendidikan dan memberdayakan SDM daerah,” jelasnya.

Dalam forum ini, Pemprov Lampung juga menegaskan arah strategis pendidikan ke depan: memperkuat pendidikan berbasis budaya lokal, menata tata kelola pesantren dan pendidikan nonformal, serta meningkatkan kapasitas guru dan tenaga kependidikan—yang semuanya akan percuma jika pengawasan internal diabaikan.

Tak hanya soal pengawasan dari BPKP, diskusi ini juga menyerukan penguatan pengawasan berbasis masyarakat, di mana warga, orang tua siswa, dan guru juga dilibatkan dalam proses evaluasi dan pelaporan.

Pentingnya integritas dalam pengelolaan dana pendidikan menjadi pesan sentral dari pertemuan ini. Sebab dalam banyak kasus di Indonesia, anggaran besar justru seringkali tidak sejalan dengan peningkatan mutu karena lemahnya pengawasan.

Sebagai provinsi dengan IPM yang masih berjuang mengejar rata-rata nasional, Lampung dihadapkan pada tugas besar: menyeimbangkan antara ekspansi akses pendidikan dan penjaminan mutu.

Di akhir acara, seluruh peserta menyepakati untuk menyusun roadmap perbaikan tata kelola pendidikan dengan pelibatan semua pemangku kepentingan, baik di tingkat pemerintah, sekolah, maupun masyarakat.***