ALTUMNEWS.Com, BANDAR LAMPUNG -– Uskup Tanjungkarang, Mgr. Vincensius Setiawan Triatmojo, menegaskan pentingnya proses katekese dan kaderisasi berjenjang bagi kaum awam Katolik dalam membangun Gereja yang hidup, mandiri, dan hadir di tengah masyarakat. Hal ini disampaikannya dalam sesi pemaparan pada Pertemuan Komisi Kerawam Regio Sumatera Tahun 2025, yang digelar di Susteran CB Matow Way Hurik, Jalan Ratu Dibalau No. 76, Tanjung Senang, Kedaton, Bandar Lampung, pada Rabu (29/10/2025).
Dalam pemaparannya yang bertema “Kebijakan dan Model Pendampingan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang”, Mgr. Vincensius menekankan bahwa dasar dari seluruh karya pendampingan umat awam berakar pada panggilan baptisan untuk menjadi Terang dan Garam dunia.
“Menyiapkan para awam untuk perutusan adalah tugas spesifik, namun juga menjadi tugas Gereja secara keseluruhan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Uskup Vincensius menguraikan beberapa tantangan yang menyebabkan proses kaderisasi awam belum berjalan dengan optimal, di antaranya:
- Kesalahpahaman dalam memahami iman Katolik yang terlalu berfokus pada aspek batiniah;
- Belum sinkronnya persepsi publik dan klaim Gereja sebagai lembaga yang hadir bagi kesejahteraan umum;
- Kurangnya keselarasan antara sifat universal Gereja dengan peran profetisnya sebagai terang dan garam;
- Situasi umat Katolik di Indonesia yang masih berkutat pada persoalan eksistensi;
- Kekhawatiran akan masa depan Gereja dan masyarakat Katolik;
- Organisasi kemasyarakatan Katolik yang belum optimal karena minimnya pendampingan.
“Barangkali kita terlena karena dulu Gereja memiliki pengaruh besar. Kini kita ditantang untuk kembali bangkit dan menunjukkan kualitas. Kalau kita hanya memiliki nilai ‘8’, kita tidak akan diminati. Kita harus memiliki nilai ‘10+’ agar kembali dipercaya dan diharapkan masyarakat,” ungkapnya, sambil membandingkan dinamika lembaga Katolik dengan ormas keagamaan lain seperti Muhammadiyah yang berhasil mendirikan banyak universitas dan rumah sakit.
Menurut Uskup Vincensius, kaderisasi tidak dapat dipisahkan dari proses katekese yang mendalam dan berjenjang.
“Menjadi Katolik sejati berarti memahami dan menghidupi lima pilar Gereja dengan benar, tiga pilar ad intra (penghayatan iman) dan dua pilar ad extra (perwujudan iman). Dari sinilah akan lahir kader-kader berkualitas yang menjadi murid Kristus sejati dan pelopor kesejahteraan umum,” jelasnya.
Lebih jauh, Uskup menegaskan bahwa Gereja harus “keluar dari zona nyaman” dan hadir nyata di tengah masyarakat.
“Mencintai Gereja berarti mencintai bonum commune, kesejahteraan bersama. Itulah wujud nyata menjadi 100% Katolik dan 100% Indonesia,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya keberpihakan kepada yang miskin serta kepekaan terhadap tanda-tanda zaman dalam terang Roh Kudus.
Kaderisasi di Keuskupan Tanjungkarang, lanjutnya, akan melibatkan seluruh unsur Gereja melalui struktur Komisi dan Rumpun Keuskupan, dengan Pusat Pastoral Keuskupan sebagai payung utama.
“Rumpun Pewartaan berperan mengelola bahan dan materi kaderisasi. Rumpun Pembinaan menjadi penjangkau utama bagi subjek sasaran, dan Rumpun Kemasyarakatan bertugas mendorong pelaksanaan karya nyata di tengah masyarakat,” ungkapnya.
“Pelaksanaan program ini akan dirancang dan dijalankan oleh Tim Kaderisasi Keuskupan Tanjungkarang dalam koordinasi langsung dengan saya, mencakup perumusan desain, penyusunan modul, pelatihan TOT, hingga monitoring dan evaluasi,” tambahnya.
Dengan kebijakan dan model pendampingan baru ini, Uskup Tanjungkarang ini berharap dapat menumbuhkan kader-kader awam Katolik yang tangguh, berakar kuat dalam iman, serta mampu menjadi saksi Kristus yang membawa damai dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.***
Penulis : Sr. Fransiska FSGM/Robertus Bejo





