Sarjana Pertama dari Keluarga Petani, Nui Alumni Unila yang Tembus Beasiswa LPDP ke Australia

ALTUMNEWS.Com, BANDARLAMPUNG — Dibesarkan dalam keluarga petani, Nurhoiriyah, yang akrab disapa Nui, membuktikan bahwa latar belakang ekonomi tidak menghalangi seseorang untuk mengejar pendidikan tinggi. Nui menjadi sarjana pertama di keluarganya yang mampu menembus batasan tersebut, menempuh pendidikan di jurusan Pendidikan Ekonomi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) angkatan 2017.

Di tengah kehidupan yang penuh tantangan, Nui menunjukkan bahwa tekad dan kerja keras adalah kunci utama untuk mencapai tujuan. Selain meraih gelar sarjana, Nui juga menunjukkan prestasi luar biasa dalam bidang organisasi, mengukir namanya sebagai bagian dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP dan Sekretaris Umum Association of Economic Education Students (Assets). Melalui berbagai peran ini, Nui tidak hanya mengasah kemampuan akademik, tetapi juga memupuk keterampilan kepemimpinan dan kontribusi terhadap masyarakat kampus.

Namun, jalan Nui menuju pendidikan tinggi tidak selalu mulus. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah kemampuan bahasa Inggris. Meskipun bahasa internasional ini menjadi hambatan, Nui tidak menyerah begitu saja. Setelah lulus dari S-1, ia memutuskan untuk fokus meningkatkan kemampuan bahasa Inggris di Kampung Inggris, Pare, meskipun harus melalui proses belajar ulang di beberapa kelas. Ketekunannya membuahkan hasil saat ia berhasil meraih skor IELTS yang cukup untuk mendapatkan beasiswa LPDP dan melanjutkan studi S-2 di The University of Queensland, Australia.

Selama di Australia, perjuangan Nui tidak berhenti. Selain meraih Dean’s Commendation for Academic Excellence, Nui juga terlibat dalam proyek riset kesehatan mental bersama Griffith University dan University of Hong Kong. Keterlibatannya dalam riset ini semakin menguatkan minatnya dalam pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan mental siswa.

Tak hanya berkutat di akademik, Nui juga aktif memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia internasional melalui komunitas Indo Angklung Brisbane. Melalui kegiatan ini, ia mempelajari pentingnya kerja sama global dan kontribusi untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia ke dunia luar.

Nui tidak hanya berbicara tentang impian, tetapi juga memberikan pesan yang sangat berarti bagi siapa saja yang memiliki cita-cita besar. “Jika mimpimu belum berhasil, jangan ubah mimpinya, tetapi caramu untuk mencapainya yang harus diperbaiki. Sesulit apapun, jika kita memiliki tekad yang kuat, tidak ada yang tidak mungkin,” pesan Nui yang penuh inspirasi.

Kini, setelah selesai menempuh pendidikan S-2, Nui kembali ke Indonesia untuk mendedikasikan diri menjadi guru di sekolah-sekolah pedalaman. Ia ingin menerapkan ilmu yang diperolehnya dan mengetahui lebih jauh tantangan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, serta mencetak generasi calon guru profesional.

Bagi Nui, pendidikan adalah salah satu jalan untuk mengubah nasib dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. “Untuk meraih cita-cita, kita perlu membangun prestasi, reputasi, dan relasi. Dengan reputasi yang baik dan relasi yang luas, kita bisa memperbesar peluang untuk mencapai impian. Yang tak kalah penting adalah menguasai bahasa Inggris, karena itu menjadi pintu gerbang menuju kesempatan yang lebih luas,” ujar Nui, menutup cerita perjalanan inspiratifnya.***